Ekonomi dan Keuangan
Jumat, 16 Desember 2016
PENGARUH PENERAPAN ANALISIS JABATAN TERHADAP PENCAPAIAN KINERJA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
Jumat, 16 Januari 2009
KEMISKINAN (KONSEP DAN PENYEBAB)
KEMISKINAN (KONSEP DAN PENYEBAB)
A. Konsep Kemiskinan
Dalam konteks penyebab terjadinya kemiskinan maka, kemiskinan didefinisikan sebagai suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan ( proper), 2) ketidakberdayaan ( powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat ( state of emergency), 4) ketergantungan ( depen-dence), dan 5) keterasingan ( isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri (Chambers dalam Nasikun;2001). Kemiskinan, menurut Nasikun (2001) pada dasarnya dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu :
- Kemiskinan absolut, yaitu bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
- Kemiskinan relatif, yaitu kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
- Kemiskinan kultural, yaitu : mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
- Kemiskinan struktural yaitu : situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Perkembangan terakhir, menurut Jarnasy (2004) kemiskinan struktural lebih banyak menjadi sorotan sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya ketiga kemiskinan yang lain. Menurut Mas’oed (1997) kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan (artificial), yaitu :
- Kemiskinan alamiah berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
- Kemiskinan buatan lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata.
Pada dasarnya terdapat banyak sekali teori dan pendekatan dalam memahami kemiskinan. Namun bila disederhanakan, setidaknya dalam konteks ini, maka terdapat dua paradigma atau teori besar (grand theory) mengenai kemiskinan yaitu : (a) paradigma neo-liberal dan (b) paradigma sosial demokrat yang memandang kemiskinan dari kacamata struktural dan individual. Pandangan ini kemudian menjadi basis dalam menganalisis kemesikinan maupun merumuskan kebijakan dan program-program anti kemiskinan (lihat Tabel 1).
Tabel 2.1. Pandangan Neo Liberal dan Sosial Demokrat Terhadap Kemiskinan
| Neo Liberal | Sosial Demokrat |
Landasan Teoritis | Individual | Struktural |
Konsepsi dan Indikator Kemiskinan | Kemiskinan absolut | Kemiskinan relatif |
Penyebab kemiskinan | Kelemahan dan pilihan individu : lemahnya pengaturan pendapatan : lemahnya kepribadian (malas, pasrah, bodoh) | Ketimpangan struktur ekonomi dan politik : ketidakadilan sosial |
Strategi penanggulan kemiskinan | Penyaluran pendapatan terhadap orang miskin secara selektif ; memberi pelatihan keterampilan pengelolaan keuangan. | Penyaluran pendapatan dasar secara universal : perubahan fundamental dalam pola-pola pendistri-busian pendapatan melalui intervensi pendapatan. |
Prinsip | Residual Dukungan yg.saling menguntungkan (mutual aid) | Institusional Redistribusi pendapatan vertikal dan horisontal : aksi kolektif. |
Sumber : dikembangkan dari Chyeyne, Christine, Mike O’Brien dan Michael Belgrave (1998;176)
Pandangan neo-liberal, pada dasarnya bersumber pada pandangan politik klasik yang ditulis oleh Thomas Hobbes, John Lock dan John Stuart Mill yang pada prinsipnya mengemukakan bahwa komponen penting dari sebuah masyarakat adalah kebebasan individu. Dalam bidang ekonomi, karya monumental Adam Smith, the Wealth of Nation (1776), dan Frederick Hayek, The Road to Serfdom (1944), dipandang sebagai rujukan kaum neo-liberal yang mengedepankan azas laissez faire, yang oleh Cheyne, O’Brien dan Belgrave (1998:72) disebut sebagai ide yang mengunggulkan “mekanisme pasar bebas” dan mengusulkan “the almost complete absence of state’s intervention in the economy.” Secara garis besar, para pendukung neo-liberal berpendapat bahwa kemiskinan merupakan persoalan individual yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan dan/atau pilihan-pilihan individu yang bersangkutan. Kemiskinan akan hilang dengan sendirinya jika kekuatan-kekuatan pasar diperluas sebesar-besarnya dan pertumbuhan ekonomi dipacu setinggi-tingginya. Secara langsung, strategi penaggulangan kemiskinan harus bersifat “residual”, sementara, dan hanya melibatkan keluarga, kelompok-kelompok swadaya atau lembaga-lembaga keagamaan. Peran negara hanyalah sebagai “penjaga malam” yang baru boleh ikut campur manakala lembaga-lembaga di atas tidak mampu lagi menjalankan tugasnya (Shannon, 1991; Spicker, 1995; Cheyne, O’Brien dan Belgrave, 1998). Penerapan program-program structural adjustment, seperti Program Jaringan Pengaman Sosial atau JPS, di beberapa negara merupakan contoh kongkrit dari pengaruh neo-liberal dalam bidang penanggulangan kemiskinan ini. Keyakinan yang berlebihan tehadap keunggulan mekanisme pasar dan pertumbuhan ekonomi yang secara alamiah dianggap akan mampu mengatasi kemiskinan dan ketidakdilan sosial mendapat kritik dari kaum sosial demokrat.
Pandangan sosial demokrat menyatakan bahwa kemiskinan bukanlah persoalan individual, melainkan struktural. Kemiskinan disebabkan oleh adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya akses-akses kelompok tertentu terhadap berbagai sumber-sumber kemasyarakatan. Teori yang berporos pada prinsip-prinsip ekonomi campuran (mixed economy) dan majemen ekonomi Keynesian ini, muncul sebagai jawaban terhadap depresi ekonomi yang terjadi pada tahun 1920-an dan awal 1930-an. Sistem negara kesejahteraan yang menekankan pentingnya manajemen dan pendanaan negara dalam pemberian pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan jaminan sosial, sangat dipengaruhi oleh pendekatan “ekonomi manajemen-permintaan” (demand-management economics) gaya Keynesian ini. Meskipun tidak setuju sepenuhnya terhadap sistem pasar bebas, kaum sosial demokrat tidak memandang sistem ekonomi kapitalis sebagai evil. Bahkan kapitalis masih dipandang sebagai bentuk pengorganisasian ekonomi yang paling efektif. Hanya saja, kapitalisme perlu dilengkapi dengan sistem negara kesejahteraan agar lebih berwajah manusiawi. “The welfare state acts as the human face of capitalism,” demikian menurut Cheyne, O’Brien dan Belgrave, (1998:79). Pendukung sosial demokrat berpendapat bahwa kesetaraan merupakan prasyarat penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan. Pencapaian kebebasan hanya dimungkinkan jika setiap orang memiliki atau mampu menjangkau sumber-sumber, seperti pendidikian, kesehatan yang baik dan pendapatan yang cukup. Kebebasan lebih dari sekadar bebas dari pengaruh luar; melainkan pula bebas dalam menentukan pilihan-pilihan (choices). Dengan kata lain kebebasan berarti memiliki kemampuan (capabilities) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Misalnya, kemampuan memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan menghindari kematian dini, kemampuan menghindari kekurangan gizi, kemampuan membaca, menulis dan berkomunikasi. Negara karenanya memiliki peranan dalam menjamin bahwa setiap orang dapat berpartisipasi dalam transaksi-transaksi kemasyarakatan yang memungkinkan mereka menentukan pilihan-pilihannya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Menurut pandangan sosial demokrat, strategi kemiskinan haruslah bersifat institusional (melembaga). Program-program jaminan sosial dan bantuan sosial yang dianut di AS, Eropa Barat, dan Jepang, merupakan contoh strategi anti kemiskinan yang diwarnai oleh teori sosial demokrat. Jaminan sosial yang berbentuk pemberian tunjangan pendapatan atau dana pensiun, misalnya, dapat meningkatkan kebebasan karena dapat menyediakan penghasilan dasar dengan mana orang akan memiliki kemampuan (capabilities) untuk memenuhi kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihannya (choices). Sebaliknya, ketiadaan pelayanan dasar tersebut dapat menyebabkan ketergantungan (dependency) karena dapat membuat orang tidak memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihannya. Dengan kata lain, dapat dirumuskan bahwa kaum neoliberal memandang bahwa strategi penanganan kemiskinan yang melembaga merupakan tindakan yang tidak ekonomis dan menyebabkan ketergantungan. Sebaliknya, pendukung sosial demokrat meyakini bahwa penangananan kemiskinan yang bersifat residual, beorientasi proyek jangka pendek, justru merupakan strategi yang hanya menghabiskan dana saja karena efeknya juga singkat, terbatas dan tidak berwawasan pemberdayaan dan keberlanjutan. Apabila kaum neoliberal melihat bahwa jaminan sosial dapat menghambat “kebebasan”, kaum sosial demokrat justru meyakini bahwa ketiadaan sumber-sumber finansial yang mapan itulah yang justru dapat menghilangkan “kebebasan”, karena membatasi dan bahkan menghilangkan kemampuan individu dalam menentukan pilihan-pilihannya (choices).
Salim (1980) mengemukakan bahwa karakteristik kelompok (penduduk) miskin yaitu:
1) Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan,
2) Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah,
3) Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja),
4) Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan ( slum area), dan
5) Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup): bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi, dan kesejahteraan sosial lainnya.
Strategi untuk mengatasi kemiskinan tidak lepas dari strategi pembangunan yang dianut suatu negara. Program-program yang telah dilakukan untuk memerangi kemiskinan seringkali tidak memberikan hasil yang menggembirakan karena adanya perangkap kemiskinan ( poverty trap) yang tidak berujung pangkal, seperti tercantum pada Skema 1 (modifikasi).
Oleh karena itu permasalahan kemiskinan dipandang sebagai masalah yang multidimensi, maka penyebabnya juga bersifat multi dimensi. Dengan latar belakang kondisi geografis, potensi sumber faktor-faktor ekonomi, masalah sosial budaya yang berbeda untuk masing-masing wilayah, maka pendekatan penanggulangan masalah kemiskinan tentu saja tidak bisa diseragamkan. Pengenalan dan pemahaman terhadap kondisi dan penyebab kemiskinan sangat penting dilakukan agar dapat disusun strategi penanggulangan kemiskinan yang tepat.
B. Penyebab Kemiskinan
Nasikun (2001) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:
- Policy induces processes: proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
- Socio-economic dualism: negara eks-koloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
- Population growth: perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedang pertambahan pangan seperti deret hitung.
- Recources management and the environment: adanya unsur mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
- Natural cycles and processes: kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis, di mana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
- The marginalization of woman: peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
- Cultural and ethnic factors: bekerjanya factor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
- Explotative intermediation: keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).
- Internal political fragmentation and civil stratfe: suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.
- International processes: bekerjanya sistemsistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.
Selain beberapa faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan aset yang dimiliki, yaitu:
a. Natural assets: seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya.
b. Human assets: menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi).
c. Physical assets: minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di pedesaan.
d. Financial assets: berupa tabungan ( saving), serta akses untuk memperoleh modal usaha.
e. Social assets: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Internal lebih banyak melibatkan faktor sumberdaya manusianya, sedangkan faktor eksternal menunjukan kondisi yang lebih kompleks karena satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Oleh karenanya, program penanggulangan kemiskikan akan berjalan efektif apabila memperhatikan unsur kedua-duanya. Kebijakan yang keliru dapat menyebabkan suatu keadaan kemiskinan yang semakin mengkhawatirkan.
Menurut Gunawan Sumodiningrat (2002), masyarakat miskin secara umum ditandai (disebabkan) oleh ketidakberdayaan atau ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal :
1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need deprivation).
2. Melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness).
3. Menjangkau sumber daya sosial dan ekonomi (inacceribility).
4. Menentukan nasibnya diri sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik (vulnerability); dan
5. Membebaskan diri dari mental budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor).
Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan tersebut menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat. Secara umum penyebab kemiskinan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, antara lain:
1) Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan maupun lembaga yang ada di masyarakat sehingga dapat menghambat peningkatan produktivitas dan mobilitas masyarakat;
2) Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang berhubungan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif dalam masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk; dan
3) Kemiskinan alamiah, yaitu kemisikinan yang ditunjukkan oleh kondisi alam maupun geografis yang tidak mendukung, misalnya daerah tandus, kering, maupun keterisolasian daerah.
Oleh karena itu selain pemahaman tentang kemiskinan secara universal, maka diperlukan pula pengertian kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas setempat dan pemerintah daerah terkait. Dengan demikian, kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran.
Daftar Pustaka
BAPPEDA.2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Kutai Kartanegara 2005-2010, Tenggarong.
BAPPENAS.2005. Strategi Penanggulangan Kemiskinan, Tim Penyusun, Sekretariat Kelompok Kerja Perencanaan Makro Penanggulangan Kemiskinan, Komite Penanggulangan Kemiskinan - BAPPENAS, Jakarta.
CHEYNE, Christine, Mike O’Brien dan Michael Belgrave.1998. Social Policy in Aotearoa New Nealand: A Critical Introduction,
JARNASY, OWIN.2004. Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan. Belantika. Jakarta.
KUNCORO, MUDRAJAD.2005. Peta Dan Strategi Pengentasan Kemiskinan; makalah pada Lokakarya Lustrum VIII Untag, Samarinda.
LPEM UI, PSE-KP UGM, PSP-IPB. 2004. Laporan Studi Dampak Kebijakan Ekonomi Makro terhadap Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta.
MAS’OED, MOCHTAR.1997. Politik, Birokrasi dan Pembangunan. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta.
MAKMUN.2003. Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya, Jurnal ”Kajian Ekonomi dan Keuangan”, volume 7 no.2, edisi Juli.
NASIKUN. 2001. Bahan Kuliah ; Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan. Magister Administrasi Publik. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
NASIKUN. 1995. Kemiskinan di Indonesia Menurun, dalam Perangkap Kemiskinan, Problem, dan Strategi Pengentasannya, (Bagong Suyanto, ed), Airlangga Univercity Press.
Nawawi,Hadari.1993. Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
SALIM, EMIL.1980. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan. Penerbit Idayu. Jakarta.
SMERU. 2004. Laporan Hasil Konsolidasi Kajian Kemiskinan Partisipatif, Jakarta.
SMERU. 2005. MENAKAR PERAN KETIMPANGAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (ASSESSING THE ROLE OF INEQUALITY IN POVERTY REDUCTION) Artikel ini ditulis berdasarkan kertas kerja SMERU yang berjudul, “Reassessment of Inequality and its Role in Poverty Reduction,” Kertas kerja yang diterbitkan pada January 2005.
SUMODININGRAT, Gunawan.2002. Sinkronisasi Program Penanggulangan kemiskinan, Lembaga Pengabdian Masyarakat UGM, Yogyakarta.
SUHARTO,EDI.2003. Konsep Dan Strategi Pengentasan Kemiskinan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Bandung.
SUHARTO, EDI.1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan-STKS
--------, (2004), “Social Welfare Problems and Social Work in Indonesia: Trends and Issues” (Masalah Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial di Indonesia: Kecenderungan dan Isu), makalah yang disampaikan pada International Seminar on Curriculum Development for Social Work Education in Indonesia, Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 2 Maret.
UNDP. 2003. Poverty Reduction and Human Rights: A Practice Note. UNDP.
WWF. 2004. Perubahan Ekonomi. Kemiskinan dan Lingkungan: Laporan Tahap II, : WWF,
WWF. 2003. Laporan Kegiatan Pengumpulan Informasi Konservasi dan Kemiskinan untuk Pengembangan Sistem Pengelolaan utan Berbasis Masyarakat di Pulau Lombok: WWF,